Rangkuman Pembelajaran dari Konferensi Nasional Pendidikan HAM 2022

Pada 17 -19 Januari 2022, DATUM Indonesia dan Perkumpulan Equitas Indonesia telah menyelenggarakan Konferensi Nasional Pendidikan HAM di Indonesia dengan tema utama: “Prospek dan Tantangan Pendidikan HAM di tengah pandemi dan era komunikasi digital.” Kegiatan ini dilakukan sekaligus untuk memperingati 10 tahun diadopsinya Deklarasi Pendidikan HAM yang jatuh pada tanggal 19 Desember 2021.

Konferensi ini mengjadirkan 51 Abstrak dan Makalah yang terbagi dalam 11 panel yang beragam; mulai tema mengenai pendidikan HAM secara umum, inisiatif dan inovasi yang dilakukan dalam konteks pandemi COVID-19 serta isu spesifik yang menarik seperti pendidikan HAM dalam isu KBB, Kebebasan berekspresi dan masyarakat adat. Dari konferensi ini, kami mencoba merangkum beberapa point pembelajaran yang dapat digunakan untuk pengembangan pendidikan HAM di Indonesia

  1. Konferensi ini mengakui bahwa pendidikan HAM merupakan proses dialog yang demokratis dalam atmosfir belajar yang membebaskan. Tujuan Pendidikan HAM mencakup Pendidikan tentang HAM (education about human rights), Pendidikan melalui HAM (education through human rights) dan Pendidikan untuk HAM (education for human rights) yang mendorong pada pencegahan dan upaya menangani pelanggaran HAM
  2. Pendidikan HAM memadukan Learning about Human Rights yang bersifat kognitif. Ilmu pengetahuan terkait HAM seperti sejarah, dokumen-dokumen HAM, mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM dengan Learning for Human Rights yang merupakan proses internalisasi pengetahuan HAM ke dalam tindakan sehari-hari. Dari proses inilah muncul prinsip toleransi, solidaritas, penghormatan hak diri sendiri dan orang lain dapat dihayati.
  3. Metodologi Pendidikan HAM tidaklah exhaustive, banyak yang bisa dikembangkan, mulai dari yang sifatnya kovensional didaktika, yang partisipatoris dan interaktif, hingga yang bersifat pemberdayaan, dan transformatif. Model-model dan Metode-metode praktis untuk penyampaian pendidikan HAM bersifat eksploratif, terus berkembang dan bisa jadi tidak berbatas.
  4. Pendidikan HAM dapat dilakukan di segala ranah kerja dan kehidupan masyarakat, di dalam dan di luar kelas, di ranah formal dan informal, di lembaga pemerintah, masyarakat sipil dan komunitas. Konferensi ini mampu mengkonfirmasi bahwa pelaku dan penggerak pendidikan HAM sangat beragam dengan latar belakang disiplin ilmu dan area kerja yang beragam pula. Keberagaman latar belakang tersebut menjadi kekayaan khasanah bagi pertukaran pengetahuan dan pengalaman untuk kemajuan Pendidikan HAM.
  5. Pendidikan HAM di kalangan aparatur negara dipengaruhi oleh antara lain kompetensi dan pandangan penegak hukum dan aparatur negara terhadap HAM, pengaturan HAM dalam kerangka Hukum Nasional, Kualitas Lembaga Diklat Aparatur Negara. Pendidikan HAM perlu bekerjasama dan berkolaborasi dengan berbagai Lembaga, termasuk Komisi-komisi HAM di tingkat Nasional (NHRIs), Pusat Studi HAM di Kampus serta organisasi masyarakat sipil.
  6. Keberlanjutan Pendidikan HAM di kalangan aparatur negara dan penegak hukum perlu memperhatikan:
    • Penyusunan Kurikulum dan Desain Pelatihan secara komprehensif
    • Menyasar pada aspek ketrampilan penegak hukum dan aparat melakukan pemetaan berbagai kerangka hukum
    • Melihat tension atau ketegangan antar berbagai kerangka hukum, melakukan balancing (penyeimbangan) antara kerangka hukum HAM dan kerangka hukum positif lainnya
    • Menyasar pada aspek ketrampilan untuk menyusun pertimbangan hukum
    • Tidak berhenti pada aspek pengetahuan dan perspektif, Penggunaan studi kasus riil dan kongkrit
    • Format dan Pengorganisasian Pelatihan: Pemilihan dan komposisi peserta untuk mendorong efektifitas dan dinamika kelas, Pemilihan pelatih dan narasumber yang paham dilema dan praktik penegakan hukum di tataran kongkrit, durasi sesuai dengan tujuan pelatihan
    • Pelembagaan pelatihan pada Pusdiklat untuk memastikan keberlanjutan
    • Mendorong munculnya para champions atau trainers/pendidik HAM
  7. Pendidikan dan pembelajaran HAM di Komunitas berhadapan dengan tantangan literasi, pilihan metode berbasis komunitas, serta penyesuaian waktu kegiatan dengan jadwal masyarakat sehari-hari: kesibukan di kebun, acara adat dan ritual yang dilaksanakan hampir setiap hari. Keterlibatan komunitas dan penggerak kampung dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan untuk mendorong proses partisipasi yang sejati.
  8. Berbagai pendekatan dan model pembelajaran perlu dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan dan kondisi unik dari setiap individu pembelajar (Person-centered approach). Individu Pembelajar diharapkan dapat menentukan apa yang terbaik untuk proses pembelajaran yang akan diikutinya. Kebutuhan bagi kelompok-kelompok rentan harus menjadi perhatian para penyelenggaran Pendidikan HAM.
  9. Pendidikan HAM berbasis komunitas dipandang efektif manakala mampu mendorong semangat perubahan dalam diri pembelajar dan komunitas, memberi ruang untuk tumbuhnya kepercayaan diri, melakukan kontrol, menumbuhkan kesadaran kritis: melalui dialog, pendekatan masalah dan refleksi, ada ruang demokratis, kebebasan menyampaikan gagasan, menjadikan komunitas menjadi subjek, dan agen perubahan Kesadaran baru agar mereka lepas dari kungkungan nilai sosial-budaya yang membelenggu, termasuk nilai-nilai patriark. Optimalisasi pemanfaatan kapasitas dan sumber daya lokal diperlukan untuk keberlanjutan kegiatan
  10. Pendidikan HAM ditantang untuk bisa menghadirkan akses yang setara bagi seluruh warga pembelajar, baik dari kalangan difabel, lansia, perempuan, anak-anak, komunitas adat, warga pengungsi, kelompok LGBT, orang dengan HIV/AIDS, dan berbagai kelompok rentan dan marginal lainnya. Kreativitas dan Inovasi dibutuhkan untuk memikirkan rancang-disain dan perangkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
  11. Model-model Pembelajaran HAM yang bersifat popular, menarik, lebih bisa menyentuh keseharian masyarakat patut dipertimbangkan sebagai alternatif belajar. medium seni, musik, film, cerita rakyat, dll, penting dihadirkan sebagai sarana dan sumber-sumber belajar.
  12. Pendidikan HAM bagi anak, dan pengembangannya di sekolah membutuhkan keikutsertaan komunitas sekolah, tersedianya sarana dan prasarana sekolah, dan perbaikan tata Kelola Pendidikan. Pendidikan HAM bagi anak dilakukan dengan mengedepankan model pembelajaran yang menarik dan cocok untuk kebutuhan dan kepentingan terbaik anak dan melibatkan teman sebayanya (peer educator).
  13. Insersi dan pengarusutamaan Pendidikan HAM di Perguruan Tinggi ditantang oleh berbagai problem paradigmatik dan problem politik dan birokrasi kampus. Usaha untuk mainstreaming diperlukan untuk mendorong materi-materi Pendidikan HAM tidak terbatas d Fakultas Hukum saja, namun menyebar di Fakultas-fakultas lain dan juga mata kuliah-mata kuliah lain yang potensial. Pendidikan HAM diusulkan untuk menjadi Mata Kuliah Dasar Umum agar dapat diikuti oleh semua mahasiswa.
  14. Pendidikan HAM di kampus seharusnya mampu membingkai fakta-fakta-sosial (misalnya dalam isu pluralisme dan kebebasan beragama dan berkeyakinan) tidak hanya dalam bingkai normatif melainkan juga dilengkapi dengan nilai-nilai sosial masyarakat yang heterogen. Penyampaian materi dalam mata kuliah HAM, tidak semata-mata sebatas pengetahuan hukum melainkan juga menggugah menumbuhkan nalar dan empati. Proses tersebut bisa dilakukan dengan berbagai metode, termasuk studi kasus dan menghadirkan testimoni korban.
  15. Pendidikan dan pemberdayaan Hukum dan HAM diperlukan dalam rangka mendorong akses keadilan melalui pelatihan-pelatihan bagi bagi praktisi dan organisasi bantuan hukum. Perlu ada review berbagai proses dan standarisasi penyelenggaraannya, dengan melihat regulasi Bantuan hukum dan paralegal, proses administratif, dan permohonan, persetujuan diklat. Model pemberdayaan Literasi hukum dan HAM bagi kelompok rentan perlu dilihat dan dikembangkan secara lebih sistematis, termasuk oleh Lembaga-Lembaga Pendidikan tinggi.
  16. Pendidikan HAM erat kaitannya dengan aksi agar mampu memberi dampak perubahan. Dalam proses pembelajaran, diskusi kelas menjadi ruang bertukar pendapat, tetapi sering kali tidak memberikan pengalaman yang signifikan. Konferensi ini melihat peluang bahwa di era digital, media sosial sangat dekat dengan aktivitas sehari-hari, bukan hanya melakukan hubungan jarak jauh atau melihat isu tren terkini, tetapi juga sebagai wadah menyampaikan perspektif dan pandangan terhadap suatu isu karena akses yang mudah didapatkan. Medium pembelajaran melalui platform media sosial, seperti Instagram, dapat menyampaikan pesan atau isu HAM, bukan hanya sebatas wadah untuk mempublikasikan suatu karya lalu memperlihatkannya kepada pengguna sosial media lainnya, tetapi juga sebagai media dalam menyampaikan serta mengkampanyekan HAM.
  17. Kekuatan penelitian lapangan dapat menjadi pilihan Latihan bagi pendidik-pembelajar untuk menggali pengetahuan baru tentang tema-tema di komunitas. Menghubungkan pendidikan HAM dengan Metode penelitian lapangan merupakan bagian dari dialektika antara teori dan empiris di masyarakat. Ada pendalaman dari ranah teoritik yang diajarkan di ruang kelas kemudian bergeser ke ranah empiris yang berkaitan dengan kajian-kajian lapangan (misalnya untuk kajian warga adat dan minoritas etnis). Studi lapangan dapat diintegrasikan dengan kemampuan menulis artikel sebagai luaran atau output pembelajaran-perkuliahan sekaligus pengganti ujian. Kemampuan menulis dapat secara intensif dilakukan dalam bimbingan dan konsultasi setelah selesai penelitian lapangan.
  18. Potensi besar TIK dan elearning mampu menjangkau banyak sekali orang, mendorong pendidikan HAM untuk semua, materi bisa disajikan dalam berbagai medium, keragaman metode, dan pendidikan HAM menjadi semakin menarik. E-Learning sudah dilakukan oleh kampus dan mahasiswa, karena kebutuhan dan keterpaksaan, adaptasi yang cukup baik. Pelaksanaannya dengan blended learning memadukan metode asinkron dan bahan diunggah untuk diakses kapan dan di mana lebih mudah.
  19. Banyak tantangan E-learning HAM di kampus seperti ketidaksiapan kampus, sarana-prasarana komputer dan koneksi yang tidak merata antar daerah, dan rendahnya kemelekan penggunaan komputer Kesulitan lain perlu dijawab oleh Pemerintah, Lembaga Penyelenggara Pendidikan dan para Pendidik adalah dengan pemerataan infrastruktur dan akses. pengembangan rancangan Pendidikan, metode evaluasi termasuk membangun kebiasaan baru, budaya baru, etiket baru dalam membangun digital citizenship.
  20. Gerakan pengetahuan digital diperlukan untuk mendorong pendidkan HAM yang efektif. Agar bisa memanfaatkan dunia digital secara efektif penyelenggara dan Pendidik HAM perlu mempertimbangkan berbagai gap atau kesenjangan, termasuk gap antara expert dan awam, gap pengelolaan data intensif, gap biaya, koneksi, waktu dsb. Penting mengintegrasikan Pendidikan HAM dengan Gerakan Pengetahuan berbasis digital yang ada, seperti Gerakan Open source, Open License Open knowledge, open Science. Beberapa Taktik yang bisa digunakan adalah: Akomodasi rentang keterlibatan dan strata, Community of practices, Link antar sektor gerakan sosial, Formal–informal/terstruktur dan tak terstruktur, dan macam-macam kolektif yang bermetamorfosis.
  21. Untuk menanggapi berbagai pelanggaran HAM, Pendidikan HAM disarankan secara sistematis memproduksi dan membentuk barisan pemantau dan investigator yang mampu mengidentifikasi pelangggaran/kejahatan HAM, mengumpulkan dan mensistemisasi kesaksian korban, menggunakan saluran-saluran digital umum dan khusus untuk mencari dan mengikuti perkembangan teori dan praktek (standar) HAM, mengidentifikasi bentuk. sumber-sumber informasi, strategi pengumpulan informasi, teknik pencatatan informasi, dan mengolahnya (menganalisa data) menjadi laporan HAM yang mampu menggugah kesadaran publik tentang pentingnya mendesak negara membentuk komisi penyelidik resmi, menggelar pengadilan, dan mendorong pemulihan para korbannya.
  22. Konferensi ini meneguhkan pentingnya para pendidik HAM menggunakan pendekatan pendidikan kritis, Critical Human Rights Education. Penggunaan sejarah-dalam-diri para pelaku gerakan sosial yang berasal-usul sebagai korban; pelaku yang mengusung identitas kolektif yang dihasilkan dari partisipasi dan keterlibatannya yang panjang dalam gerakan sosial tertentu. Pendidik HAM perlu melihat dan mendayagunakan konsekuensi-konsekuensi personal dan biografis dari partisipasi dan keterlibatan pelaku dalam gerakan- gerakan sosial yang menyejarah. Ini memberi kesempatan tampilnya jenis pelaku baru suatu organisasi gerakan sosial, dan dengan pengetahuan baru sebagai kekuatan.
  23. Dalam Pendidikan HAM, blended atau hybrid learning bukan hanya berlaku untuk metode namun juga dapat diterapkan dalam substansi. Membuat model pelatihan yang komprehensif dalam membangun kesadaran atas nilai HAM dan prinsip demokrasi sekaligus membangun kohesi sosial serta pelestarian lingkungan dapat dilakukan sebagai langkah awal membangun keindonesiaan dengan model  Piramida “Bolak-balik.”
  24. Pendidikan HAM yang partisipatoris bukanlah soal cara-cara dan perangkat interaktifnya. Pendekatan Partisipators mensyaratkan pemahaman tentang siapa warga pembelajar, untuk tujuan perubahan apa, bagaimana mencapai perubahannya. Pendidik HAM sepatutnya memahami “dunia” dari warga pembelajar dan memberikan sentralitas pada partisipasi mereka dalam membentuk masa depan mereka.
  25. Perjuangan bagi pendidik kritis HAM, membutuhkan trisula, yakni perjuangan pengakuan identitas, redistribusi sumber daya, dan pemulihan alam. Moto bahwa “no redistribution without recognition” dan “no recognition without redistribution” perlu ditambah dengan keharusan pemulihan fungsi- fungsi ekologis layanan alam. Ini melawan tiga sasaran ketidakadilan: ekonomi, budaya, dan ekologi. Tugas pendidik-pembelajar HAM adalah mengumpulkan, mengkodifikasi dan menghadirkan pengetahuan/narasi para pelaku gerakan sosial yang berasal-usulkan korban atas tiga ketidakadilan: ekonomi, budaya, dan ekologi. Pemahaman akan porak-porandanya situasi yang dialami para korban, akan membuat pendidik-pembelajar HAM kembali kepada perjalanan semangat, makna dan perjuangan kebangsaan, yang pada gilirannya menjadi panggilan tanah air
Scroll to Top
Scroll to Top
Ada yang dapat kami bantu?